Sebagai ‘rumah kedua’ tempat anak dan remaja tumbuh besar dan berkembang, sekolah harus hadir sebagai salah satu aktor utama dalam pemberantasan kekerasan seksual.
Perempuan penari Kuda Lumping masih sering ditempatkan jadi “daya tarik” belaka. Ruang aman buat mereka perlu dihadirkan.
Vonis mati, khususnya pada kasus pemerkosaan cenderung tak efektif dan gagal mendorong pemulihan korban.
Pengalaman saya sebagai guru yang dikatai ‘bencong’ adalah bukti bahwa pendidikan soal keragaman seksual mendesak dilakukan.
Dalam isu energi, perempuan kerap dikecualikan. Padahal peran mereka sangat penting dalam ketersediaan dan pengelolaan energi terbarukan.
Perempuan masih terjebak kesenjangan akses internet dan teknologi. Perlu inisiatif dan kebijakan yang mendorong pemahaman literasi digital dan partisipasi perempuan.
Cara mendidik yang keras, secara verbal apalagi fisik, sudah harus ditinggalkan para pengajar. Mengubah cara mengajar saja tak cukup, ada paradigma yang juga perlu berubah.
Riset terbaru Koalisi Ruang Publik Aman menyatakan pelecehan seksual di ruang publik masih marak, walapun sedang pandemi. Pemerintah perlu sadar situasi darurat kekerasan seksual ini.
Bagaimana caranya agar kasus kekerasan seksual di pesantren tak terjadi berulang-ulang?
Tak dipercaya, berjibaku menyembuhkan trauma.